Blog

Inovasi Ecoenzym dalam Penerapan Riset Pengabdian Masyarakat

Bagaimana cara membuat inovasi dari ecoenzym untuk kebermanfaatan masyarakat? Namun, sebelum itu apakah kamu sudah tahu ecoenzym itu apa? Mengutip dari website KLHK (Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Ekoenzym merupakan produk ramah lingkungan yang mudah dibuat oleh siapapun dengan berbahan dasar limbah organik. Pembuatannya hanya membutuhkan air, gula sebagai sumber karbon, serta sampah organik sayur dan buah dengan perbandingan 3 : 1 : 10.

Kenapa ecoenzym? Karena berbahan dasar limbah organik, hal pertama yang dapat terjawa adalah produk ramah lingkungan dan menanggulangi masalah sampah. Menurut data KLHK pada tahun 2018, Komposisi sampah Indonesia berupa sampah organik (sisa makanan, kayu ranting daun) sebesar 57%, sampah plastik sebesar 16%, sampah kertas 10%, serta lainnya (logam, kain teksil, karet kulit, kaca) 17%. Masih terdapat 82% sampah belum terkelola, alhasil sampah yang tidak terkelola dengan baik akan menimbulkan dampak negatif.

Oleh karena itu, perlu ada pengelolaan sampah yang baik, bisa dengan daur ulang, mengolahnya menjadi produk yang lebih bermanfaat untuk membantu mengurangi produksi sampah yang terus menumpuk setiap harinya. Seperti agenda program kerja dari organisasi riset mahasiswa di lingkungan Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya yaitu penerapan riset berbasis pengabdian masyarakat. Dimana akan ada pembagian kempok untuk menyelesaikan permasalahan di desa pengabdian dan saya terpilih sebagai satu dari dua kelompok yang menjadi tim penerapan riset.

Siapa dan dimana?

Tim pengabdian masyarakat terpilih

Program kerja dengan tajuk “Recovery” yang merupakan kegiatan rutin organisasi mahasiswa RITMA FMIPA UB untuk melakukan penerapan riset berbasis pengabdian masyarakat. Pengabdian masyarakat berlokasi di Desa Kalisongo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Sasaran target adalah para kelompok petani jeruk dan ibu-ibu PKK.

Permasalahan dilokasi pengabdian

Desa Kalisongo merupakan salah satu desa dengan produksi jeruk terbanyak di Kabupaten Malang. Permasalahan yang dihadapi kelompok tani adalah mahalnya pupuk untuk perumbuhan dan perkembangan tanaman jeruk. Pupuk yang biasa pakai adalah pupuk kimia yang mahal dengan harga ratusan ribu rupiah. Selain itu, limbah sisa kulit jeruk yang ada menyumbang meningkatnya limbah organik.

Apa inovasi yang ditawarkan?

Ecoenzym sudah mulai masyarakat ketahui karena sosialisasi oleh masyarakat yang sadar lingkungan dan aktivis peduli alam. Produk dari ecoenzym dapat menjadi produk disinfektan, pupuk, pengusir serangga, bahkan pembersih. Bagaimana membuat inovasi ecoenzym yang dapat menyelesaikan permasalahan desa pengabdian? Sebagai pemuda peduli lingkungan apa yang akan kami lakukan?

Ecoenzym dapat menyelesaikan secara langsung dua permasalahan desa yaitu mahalnya pupuk organik untuk kelompok tani dan meningkatnya limbah organik sisa kulit jeruk. Karena desa juga merupakan penghasil tanaman tebu juga, inovasi yang tercipta merupakan gabungan dari beberapa produk untuk membuat inovasi pupuk organik cair (POC). Produk pupuk yang kami buat adalah Eco-bagasse, campuran ecoenzym dan abu bagasse (pembakaran sisa ampas tebu).

Ecoenzym dapat mengubah amonia menjadi nitrat (NO3) dan nutrisi untuk tanaman sehingga dapat menjadi pupuk organik cair (POC) karena mengandung unsur hara makro dan mikro. Sementara, abu bagasse mengandung unsur anorganik yang dapat menjadi capuran pupuk untuk pembuatan kompos. Kedua campuran bahan antara organik dan anorganik akan memberikan nutrisi baik untuk tanaman dan ramah lingkungan untuk menjaga ekosistem tanah.

Cara membuat Ecobagasse

Inovasi Ecoenzym sebagai pupuk organik cair dalam Penerapan Riset berbasis Pengabdian Masyarakat
Sosialisasi ecoenzym kepada kelompok tani

Cara membuat ecoenzyme perlu menyiapkan bahan-bahan seperti air, gula merah, dan limbah buah. Masukkan ke dalam wadah yang memiliki tutup contohnya botol bekas minuman dan fermentasi selama kurang lebih 3 bulan. Jika fermentasi berjalan baik, larutan fermentasi akan beraroma alkohol setelah 1 bulan dan beraroma asam segar seperti cuka setelah 2 bulan.

Untuk membuat abu bagasse juga mudah, dengan membakar sisa ampas tebu pada tungku pembakaran hingga menjadi bubuk halus. Abu bagasse kemudian siap simpan dalam wadah untuk campuran pupuk organik cair ecoenzym. Abu bagasse inilah yang nantinya akan menjadi arang aktif.

Pembuatan Eco-Bagasse tergolong mudah. Cukup dengan mencampurkan ecoenzyme, abu bagasse, dan air sumur. Campur ketiga bahan tersebut dengan takaran 1 ml ecoenzyme, 1000 ml air sumur, dan 100 gram abu bagasse. Masukkan ke dalam botol plastik bekas dan sedikit kocok agar semua bahan tercampur, Eco-Bagasse siap untuk aplikasi.

Rencana ke depan

Penelitian ini belum sempurna karena kefektivitasan dari Eco-Bagasse sebagai inovasi ecoenzym baru berdasarkan literatur dan belum teruji secara ilmiah. Maka dari itu, kami telah mengusulkan pengujian sampel di laboratoium kimia untuk mengeathui kandungan makro dan mikro dari produk. Selain itu, kami berencana menguji efektivitas langsung ke taanaman jeruk yang berasal dari desa pengabdian. Kami berharap masyarakat sekitar Desa Kalisongo dapat konsisten mengimplementasikan cara membuat Eco-Bagasse guna mengatasi limbah kulit jeruk dan tebu serta memperbaiki kualitas perkebunan jeruk. Harapan lainnya adalah dapat tercipta pertanian organik di Kabupaten Malang untuk mendukung hidup lebih sehat dan kepedulian lingkungan.

Source
KLHKDitjen PPKL

Tinggalkan Balasan

Back to top button